Jalur Ngeri ke Pantai Klayar

This is the bad news. Kami memang sudah berniat untuk tidak sekedar balik ke Jogja via Pacitan. Kami ingin lebaran sambil liburan. Maka, malam sebelum berangkat saya sudah mendaftar pantai-pantai yang perlu dan bisa kami kunjungi saat di Pacitan. Salah satu yang masuk daftar prioritas adalah Pantai Klayar.

Masalahnya, dibandingkan pantai-pantai lain yang di samping jalur JLS dan mudah disinggahi, Pantai Klayar terletak jauh dari jalur umum. Pantai ini di sebelah Barat Daya kota Pacitan dan harus ditempuh sejauh 15-20 KM dari JLS Pacitan-Solo. Dengan jarak sejauh itu, ya memang harus diniati ke sana, bukan sekedar mampir dan singgah saja.

Untuk menuju ke Pantai Klayar, saya sebenarnya sudah pernah riset jalur. Tapi entah dimana saya simpan catatan itu. Maka, ketika kami harus meluncur dari Pantai Teleng Ria ke Pantai Klayar, saya hanya mengandalkan Google Map saja. Begitu saya klik and go dari area parkir Teleng Ria, saya ikuti saja petunjuk navigasi Google.


Saya lupa berapa kilo meter dari Pantai Teleng Ria, tetapi bisa Anda lihat di gambar di atas, saya harus memutuskan untuk belok kiri atau kanan. Baik papan petunjuk maupun Google sama-sama menunjukkan bahwa saya harus belok kiri, mengambil jalur yang di papan tertulis "Ke Klayar 17 KM". Saya memilih mengikuti petunjuk, apalagi di depan saya juga terlihat mobil Avanza yang mengambil jalur itu.

Namun, setelah melewati jalanan yang sangat buruk bersama Avanza itu, kami harus berpisah. Di sebuah pertigaan, Avanza itu mengambil belok kiri dan saya, lagi-lagi mengikuti petunjuk Google dan papan jalan, mengambil jalur ke kanan yang menurun dengan kondisi jalan yang memburuk. Ragu dengan pilihan yang telah kami ambil, saya memutuskan untuk turun dari mobil dan bertanya kepada warga setempat. Informasi yang saya peroleh: saya berada di jalur yang benar. "Marginipun awon mekaten pak?", tanya saya menegaskan jawaban orang itu, "Lha nggih, niki taksih sae... mengke enten sing luwih awon." Aduh.

Ya tetapi karena sudah niat, mau apa lagi. Kami lanjutkan perjalanan dan setelah perkampungan itu habis kami memasuki hutan dan bergunung. Sungguh sepi sampai kami mengira Pantai Klayar pasti pantai yang masih perawan dan tak ada pengunjungnya. "Jalan ke sana sepi, pantainya pasti sepi, " kata anak saya gembira. Bagi kami, ke pantai itu ya lihat pantai, bukan lihat manusia berjejal seperti Parangtritis itu :(

Jalanya bukan hanya sepi. Tetapi kami bertemu titik-titik tanjangan plus kelokan maut. Jalannya persis seperti tangga di rektorat lama UIN itu. Naik, belokan siku yang hanya cukup untuk memutar mobil ke arah sebaliknya, lalu naik lagi, sampai 3-4 kali. Wuih. Tanjakannya pun tajam, kadang saya harus berhenti acang-acang, kadang saya harus berdiri dari kursi kemudi karena saya tak lagi bisa memandang apa yang ada di depan saya -- apakah jalan menurun atau mendatar, apakah belok kiri atau belok kanan.

Salah satu rekaman perjuangan kami dalam menaklukan belokan-plus-tanjakan maut itu dapat dilihat di viedo berikut:


Kalau kami awalnya mengira ini adalah jalur sepi yang mencegah orang pergi ke pantai, kami salah. Sekitar 3 KM menjelang Pantai jalur maut kami ini bertemu dengan jalur utama yang melalui Donorejo. Kalau dari arah Pacitan, jalur ini jelas lebih jauh berlipat dibandingkan jalur Pringkuku yang kami lewati karena kita haru memutar ke utara dulu via JLS Pacitan-Wonogiri sebelum akhirnya balik lagi lewat jalur Donorejo ini.

Saat kami tiba di jalur itu, puluhan kendaraan sudah mengantri. Bahkan, dalam jarak sekitar 1 KM dari pantai kemacetan total tidak terhindari. Kami yang sudah kelelahan secara psikologis akibat jalur maut yang kami lewati tak punya pilihan. Maju kena, mundur kena. Hanya bisa nunggu. Sekitar 30 menit, kemacetan mulai terurai. Dan dengan segela kelelahan kami tiba di Klayar. 

Sekitar pukul 16.00 kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Jogja. Kali ini kami melewati jalur Donorejo. Jalannya mungkin lebih baik daripada jalur Pringkuku. Tetapi, jalur ini sama sekali tidak lebih aman. Kombinasinya berubah menjadi padat kendaraan, tanjakan tajam, jalur sempit (jalur beraspal hanya cukup satu mobil, separohnya lagi masih dalam proses pelebaran jalan dan berbatu).

Dalam perjalanan sejauh 15 KM itu entah berapa puluh polisi cepek yang kami temui. Mereka membantu mengatur agar pengguna jalan bergantian menggunakan tanjakan dan turunan.

Kesimpulannya? Pantai Klayar sendiri mungkin pantai yang lumayan indah, tetapi nggak sebanding deh dengan perjalanan susah payah penuh risiko yang harus kita tempuh. Sudah begitu, pantainya padat sekali dengan pengunjung (and we hate it). Maka, saya akan memberi 1 bintang untuk kondisi jalannya, dan 3 bintang untuk kondisi pantainya (out of 5). Jangan ke sini atau melewati jalur ini kecuali Anda memang ingin berpetualang dan menggunakan mobil offroad. Mobil dengan usia di atas 5 tahun dan di bawah 1300 CC, wajib bawa kenek dan kayu pengganjal roda saat mendaki :)

2 Komentar

  1. mas disekitar pantai klayar ada penginapan tidak? mohon infonya mas, terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada banyak. Dari yang murah sampai yang mahal. Tinggal pilih.

      Hapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama