Film Difabel untuk Siapa?



Dalam tulisan terdahulu, saya mendeskripsikan dominasi "pornospirasi" (porn inspriation) dalam film-film peserta Festival Film Disabilitas. Porn-inspiration adalah film yang menjadikan difabel sebagai sumber inspirasi bagi penonton untuk lebih bersyukur dan bersemangat dalam hidupnya. Maka, mungkin ada pertanyaan begini, "apa salahnya mengambil inspirasi dari difabel?"

Saya tegaskan, tidak ada yang "sepenuhnya salah". Apalagi, panita sendiri secara tidak tertulis, dari yang saya dengar dalam diskusi Senin lalu, memang mencari film-film yang menginpirasi. Meskipun tidak salah, tetapi dua hal berikut perlu diperhatikan.

Pertama, coba simaklah penuturan Stella Young dalam video ini. The disabled people (tidak saya terjemahkan karena Young memberi makna khusus terhadap istilah ini) bukan orang istimewa, dan karena itu apa yang mereka capai juga tidak lebih istimewa dan tidak perlu menginspirasi Anda!

Ia tegaskan bahwa "cacat" itu ... not a bad thing, and it doesn't make you exceptional." Artinya, "cacat" itu "bukan sesuatu yang buruk", sehingga jika ia menghasilkan sesuatu "yang baik"itu normal saja. Logika "barang buruk bisa menghasilkan baik" lah yang membuat difabel jadi inspirasi. Dan itulah logika salah yang harus dikoreksi.

Kedua, upaya menonjolkan aspek inspirasional dari kisah difabel seringkali melupakan aspek struktural yang selama ini menyusahkan dan mendsikriminasikan difabel. Misalnya, ketika kisah seorang tunanetra berhasil keliling Indonesia yang ditonjolkan, orang akan segera terfokus kepada "kehebatan si tunenetra" dan "aku pun yang awas tidak boleh menyerah", tetapi orang segera lupa dengan isu-isu yang terkait dengan jalan yang tidak aksesibel, peta yang tidak taktual, dan hambatan-hambatan diskriminatif yang harus ia taklukkan.

Kisah inspirasi itu biasanya tidak membawa audiens kepada problem sosial tetapi justru meneguhkan kondisi sosial yang ada dan berpikir: toh difabel bisa menaklukkannya.

Karena itu, entah mau membuat film fiksi atau dokumenter tentang difabel, penting untuk selalu diingat apakah "kontribusi yang bisa diberikan film saya untuk bisa melakukan perubahan struktural, sosial, dan kultural yang dikriminatif". Jika film bisa menjawab pertanyaan ini, maka ia akan terhindar dari risiko porn inspiration yang semata-mata menjadikan difabel sebagai objek demi kepentingan non difabel.

Semoga kelak lebih banyak film yang demikian!

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama